Beranda Ragam Hamid Azwar, Putra Aceh Diusul Jadi Pahlawan Nasional

Hamid Azwar, Putra Aceh Diusul Jadi Pahlawan Nasional

BANDA ACEH – Tiga Kabupaten di Provinsi Aceh sepakat mengusulkan sosok H Teuku Hamid Azwar ke pemerintah pusat melalui gubernur Aceh untuk diberikan gelar pahlawan nasional dari Aceh.

Hal itu terbukti, saat ini sudah dua kepala daerah telah menerbitkan surat usulan pahlawan nasional yang ditujukan kepada Gubernur Aceh, wali Kota Banda Aminullah Usman sudah meneken surat pengajuan tersebut, kemudian disusul Bupati Bireuen Muzakkar A Gani juga sudah meneken surat pengjuan yang tertuang dalam nomor 1009 perihal usulan Pahlawan nasional.

Informasi tersebut disampaikan oleh Ketua Tim Penyusun naskah usulan pahlawan nasional Zulkarnaini alias Syeh Joel, Rabu 11 November 2020.

“Untuk satu kabupaten lagi yaitu Kabupaten Bener Meriah surat pengajuan nya menyusul, dan bupati sudah komit, tinggal menunggu diteken surat pengajuan,itu sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh Fauzan Azima,” ujar Syeh Joel.

Adapun alasan Alm Hamid Azwar diusul menjadi pahlawan nasional adalah, sudah banyak bukti dan bahkan sudah tertulis dalam sejumlah buku bahwa Sosok Hamid Azwar sangat berperan baik sebelum merdeka maupun setelah merdeka Indonesia.

“Pangkat terakhir beliau Letkol Perwira TNI Komando Sumatera Teuku Hamid Azwar, disini jelas bahwa beliau sudah mempertahankan negara indonesia dari para penjajah,” katanya.

Lebih rinci, pria yang kerap disapa Syeh Joel itu menjelaskn, Teuku Abdul Hamid Azwar merupakan salah satu tokoh Aceh yang banyak berjasa sejak masa perjuangan melawan penjajahan, awal-awal pendirian Republik, hingga mengisi kemerdekaan.

“Ia tidak hanya berkorban dengan nyawanya, tetapi juga dengan harta bendanya. Jejak-jejak pengabdiannya bahkan masih bisa dilihat hingga saat ini,” sebutnya.

Teuku Hamid Azwar lahir dari keluarga bangsawan. Dia merupakan keturunan ketujuh dari Ulee Balang Samalanga, Tun Sri Lanang, tokoh penting dunia melayu nunasantara abad ke-17 yang juga penasehat Kesultanan Aceh.

“Darah Tun Sri Lanang ini mengalir lewat ayahnya, Teuku Chik Muhammad Ali Basyah yang kemudian menikah dengan keturunan Cut Nyak Po, keturunan dari Teuku Nek Meuraxa, Ulee Balang Meuraxa,” lanjutnya.

Meski berasal dari keluarga bangsawan, di dalam diri Teuku Hamid Azwar juga mengalir deras darah pejuang. Neneknya, Pocut Meuligoe (Mahligai) adalah Panglima Perang Samalanga. Pocut Meuligoe pernah membuat Jenderal Van der Heijden kalah dalam tiga kali pertempuran.

“Bahkan salah satu mata jendral tersebut buta terkena tembakan peluru sehingga kemudian disebut sebagai Jenderal Mata Satu,”.

Selanjutnya, Teuku Hamid Azwar lahir pada tahun 1916. Pendidikan masa kecilnya dihabiskan di Kutaraja untuk belajar agama dan menempuh pendidikan formal. Pendidikan dasarnya dihabiskan di sekolah Belanda, Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Peunayong yang dikhususkan untuk anak-anak golongan atas. Tamat dari HIS, Teuku Hamid melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

“Di sekolah inilah ia bertemu dengan Syamaun Gaharu sebagai guru dan murid.
Pribadi Teuku Hamid merupakan pribadi yang unik, perpaduan antara jiwa saudagar, politikus, dan pejuang. Di usia yang masih muda, ia sudah menjadi pebisnis handal, melakukan perdagangan hasil bumi serta mengelola pabrik penggilingan padi di Samalanga. Tetapi di saat bersamaan ia juga seorang politikus dan terlibat dalam pendirian Partai Indonesia Raya (Parindra) di Aceh dan juga sekolah pergerakan,” ujarnya.

Pengumuman Proklamasi Kemerdekaan, bersama Syamaun Gaharu dan Perwira Giyu Gun lainnya, Teuku Hamid mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API). Dalam perkembangannya API berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), setelah itu menjadi Tentara Republik Indonesia, dan akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Teuku Hamid mendapatkan kedudukan cukup tinggi sebagai dan penting sebagai Kepala Staf Divisi V Aceh dengan pangkat Mayor dan Letkol. Ia memimpin pelucutan senjata tentara Jepang serta mencegah Belanda untuk kembali menduduki Aceh saat agresi kedua.

“Ketika diangkat oleh Panglima Sumatera sebagai Kepala Staf SK 2A (Intendans) Komandan Sumatera yang berkeduduk di Bukit Tinggi, Teuku Hamid mulai mendirikan perusahaan dagang Central Trading Company (CTC) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan TNI,”.

CTC tidak hanya memasok senjata, amunisi, dan obat-obatan kepada TNI, tetapi juga melakukan pembelian pesawat AVRON ANSON untuk memperkuat Angkatan Udara dana Kapal Laut PPB 58 LB untuk memperkuat angkatan laut Indonesia.

Teuku Hamid juga mewakafkan tanahnya untuk pendirian Rumah Sakit Meuraxa dan pendirian sekolah di Meuraxa. Dia juga mendirikan Yayasan Rumah Sakit Meuraxa dan Pesantren Mu’had Al-Firdaus.

Tahun 1950, Teuku Hamid Azwar melepaskan tanda pangkatnya dalam militer dengan pangkat terakhir sebagai Letnan Kolonel. Ia meninggal dunia dalam usia 80 tahun di Singapura, pada tanggal 7 Oktober 1996.

Ia meninggal dunia tanpa mendapatkan bintang jasa dari Pemerintah. Teuku Hamid dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

“Dari sejumlah bukti yang terdapat dalam sejumlah buku, tim penyusun naskah juga sudah bertemu ahliwaris untuk meminta izin pengajuan alm Hamid Azwar sebagai pahlawan, kemudian diperkuat kembali dengan kesaksian keluarga, para sejarawan dan juga para tokoh bahwa , Hamid Azwar layak diusul menjadi pahlawan nasional,” katanya lagi.

Bahkan, tim penyusun saat ini sudah mulai bekerja mengumpul bukti yang kuat dan meyakinkan agar saat diseminarkan lolos saat seminar yang dihadiri Tim Pengkaji‎ dan Penilai Gelar Daerah (TP2GD).

“Jika menurut tim TP2GD layak, maka selanjutnya akan dinilai lagi oleh TP2GP, semoga proses ini berjalan dengan lancar. Tentu dukungan semua elemen sangat kita butuhkan. Ini bicara soal peranan Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan dan sebelumnya, disamping itu, usulan pahlawan ini juga untuk meluruskan sejarah, maka menurut kami ini sangat penting dan layak diusulkan menjadi pahlawan nasional sosok Hamid Azwar ini,” tutup Syeh Joel.(R)