Bireuen – Matahari begitu terik, membakar sampai ke ubun-ubun, jalanan juga tak mau kalah dengan lika likunya yang menguras waktu. Jalan kecil itu, menghubungkan Gampong Blang Mee–Paloh Peuradi. Sebuah perkampungan yang terletak di pedalaman Bireuen.
Jarak tempuh ke kediaman gampong Paloh Peuradi, memakan jarak 6 kilometer dari pusat kota kecamatan Kutablang, mengelilingi Paya Nie yang luas, dihimpit bukit-bukit kecil yang asri. Di tambah jalanan yang belum sepenuhnya beraspal, tentu sesuatu yang tak lazim di Kabupaten Bireuen.
Angin sawah yang landai, menerpa sampai ke kaki bukit. Suasana tentu lah begitu sejuk dan teduh. Jarang ada lalu-lalang pelintas. Orang-orang sibuk dengan rutinitasnya masing-masing,:sebagai petani, peternak dan peladang. Belum lagi penduduknya yang terbilang tidak terlalu padat.
Di beranda rumah layak huni yang baru selesai di bangun, tampak seorang perempuan senja yang sedang sibuk menyapu begitu ceria. Sesat berlalu, Ia duduk bersila di teras rumah layak huni ukuran 5×7,5 mm program kawasan permukiman. Sesekali ia menyeka anak rambutnya yang jatuh ke pipinya, diterpa angin sawah yang landai
Perempuan senja itu ialah Maryana Abd, merupakan warga Gampong Paloh Peuradi, Kecamatan Kutablang, Kabupaten Bireuen. Ia salah seorang penerima rumah layak huni program kawasan permukiman melalui pokok pikiran (Pokir) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Fraksi Golkar, Ilham Akbar tahun anggaran 2023.
Selepas puluhan tahun menjanda, Maryana bertekad mendaki jalan hidup yang penuh liku dan bertahan tinggal di rumah orangtuanya setelah suaminya meninggal puluhan tahun lalu dalam suatu peristiwa, kini Maryana baru bisa sedikit merasa lega setelah menempati rumah layak huni yang beberapa bulan ini diterimanya dari Ilham Akbar.
Ia merupakan janda miskin yang selama ini tak pernah tersentuh bantuan pemerintah. Berlatar istri seorang almarhum Tentara Nasional Indonesia (TNI), hidup Maryana bersama 2 orang anaknya tentulah sangat memprihatinkan. Apalagi hidup di pedalaman Bireuen.
Karena latar belakangnya itu, Maryana dan keluarga kecilnya terpaksa menjalani kehidupan serupa di pengasingan, bila pun ia bertahan di tempat lahirnya sendiri, tetapi layaknya kaum marginal. Hal itu diungkapkan Maryana, ketika disembangi Matadonya.com, Sabtu 15 Januari 2024, di kediamannya Gampong Paloh Peuradi, Kecamatan Kutablang, Kabupaten Bireuen.
Ia mengungkapkan, selama hidupnya, belum sekalipun menerima bantuan dari pemerintah, baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi. Belakangan, Maryana hanya menerima bantuan sosial (bansos) dari gampongnya.
Sejauh ini, Maryana mengaku telah berulang kali mencari bantuan rumah layak huni, ia telah meminta bantu ke banyak pihak yang memiliki relasi kuasa. Namun, upayanya itu selalu bertepuk sebelah tangan. Tuhan belum memberikannya rezeki.
“Selama ini, saya tinggal di rumah yang seperti gubuk reot. Di belakang rumah bapak. Kalau hujan, terpaksa singgah ke rumah bapak yang sedikit lebih luas dan aman,” ucapnya.
Dalam hal ini, Maryana sering berputus asa dan berserah diri, sebab ketika usia anaknya baru 4 tahun, ia telah menjalani kehidupan yang penuh liku. Karena, suaminya tertembak di masa konflik. Pasca Aceh damai, ia mulai mencari-cari bantuan rumah layak huni ke mana-mana. Pasalnya, ia dan dua anaknya belum memiliki tempat tinggal saat itu.
Sejak masa itu pula, Maryana harus menghidupi kedua anaknya seorang diri. Ia menjadi pekerja serabutan, mencari nafkah untuk kecukupan sehari-hari. Sehingga terpaksa menjadi tukang upah di sawah orang ketika musim tanam dan musim panen. Selebihnya, menjadi pekerja harian di kebun-kebun dan ladang-ladang milik warga sekitar.
Nasib pedih dan perjuangan Maryana mencari rumah bantuan dari pemerintah terbilang sudah cukup lama. Namun, katanya, pada 2023 lalu, Allah SWT telah mengabulkan doa dan usahanya selama ini. Ia kini merasa begitu bahagia setelah menerima rumah layak huni melalui pokir Ilham Akbar, dewan muda Bireuen yang kini menjabat sebagai anggota parlemen di Banda Aceh.
“Seunang dan bahagia lon, karena kana rumoh. Alhamdulillah, kana pat lon tinggai, kana pat lon ibadat,” tutur Maryana dalam bahasa Aceh dengan nada terbata-bata.
Selama ini, Maryana juga mengaku baru sekali bertemu dengan Ilham Akbar di keude Kutablang dalam suatu acara. Sebelumnya, katanya, ia sama sekali tak mengenal dewan muda golkar itu. Hanya mendengar nama politisi muda dapil 3 Bireuen tersebut dari mulut ke mulut, selebihnya dari media sosial.
Berkat rumah layak huni itu pula, Maryana mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Ilham Akbar. Ia juga berjanji akan mengupayakan semampu mungkin untuk membantu Ilham Akbar pada pemilihan umum 14 Februari mendatang. “Saya dan keluarga sudah bertekad bulat memilih dia (Ilham Akbar) nanti,” ujarnya.
Tak hanya itu, ketika rumah layak huni untuk dirinya mulai dibangun, Maryana mengaku begitu terharu. Ia tak menyangka akan mendapatkan bantuan rumah dari orang yang sama sekali tidak dikenalnya. “Saya sempat menangis dan terharu, karena sudah ada yang bantu,” katanya.
Maryana berharap, kedepannya Ilham Akbar terpilih kembali menjadi dewan, supaya cita-citanya untuk membantu masyarakat yang kurang mampu seperti dirinya. “Setiap malam saya berdoa, semoga Ilham Akbar terpilih kembali,” pintanya.
Maryana menyebut, setelah menerima kunci rumah layak huni, dirinya baru mengenal Ilham Akbar secara langsung. Selama ini, ia hanya mengenal politisi murah senyum itu melalui facebook dan media massa.
Bagi Maryana, Ilham Akbar merupakan politisi yang ramah dan humanis. Tak sedikitpun tampak sifat keangkuhan pada dewan muda itu. Bila pun baru sekali bertemu, Ilham Akbar begitu santun. Hal itu bukan dengan dirinya semata, melainkan dengan banyak orang yang ditemui Ilham Akbar saat itu, saat Maryana pertama kalinya Maryana bertemu langsung dengan anggota DPRA tersebut.
“Saya melihat dia (Ilham Akbar) begitu ramah dengan semua orang. Tidak angkuh dan sombong. Dia begitu ramah,” tutup Maryana. (*)