Banda Aceh – Anggota DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi mengapresiasi kebijakan Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki yang mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 451/11286, tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat secara umum di Aceh.
“Apa yang muncul seharusnya kita lihat jangan dengan suudzon, SE Gubernur itu harus dilihat dari sisi positif, jika ada hal-hal yang negatif, coba kita runut dari semua poin itu mungkin hanya 1-2 poin yang kontroversial, tapi pada intinya saya apresiasi keberanian gubernur untuk mengeluarkan SE itu,” kata Fadhil Rahmi, Selasa (15/8/2023).
Fadhil Rahmi menjelaskan, sebagai daerah kekhususan yang memberlakukan Syariat Islam, sudah selayaknya SE tersebut diterapkan di Aceh. SE tersebut menjadi satu hal positif untuk lebih baik ke depan dalam implementasi Syariat Islam.
“Dengan SE ini satu hal yang positif untuk lebih baik lagi ke depan dalam penerapan syariat Islam, jadi jangan dilihat satu poin saya yang kontroversi, SE ini dapat menunjang, mendukung, mensuport, meningkatkan kualitas penerapan syariat Islam,” ujarnya.
Fadhil Rahmi berharap SE tersebut dapat dijalankan di seluruh Aceh, sesuai instruksi yang dilakukan Pj Gubernur dalam surat tersebut. Di samping itu, ia juga meminta agar pemerintah kabupaten/kota untuk mensosialisasi SE tersebut kepada masyarakat luas.
“Saya berharap sosialisasi mengedepankan humanis dan kemanusiaan dalam menghadapi masyarakat, tidak boleh arogan, di sisi lain masyarakat juga harus menerima, jangan marah-marah ke petugas,” pungkasnya.
Sebelumnya, Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 451/11286, tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat secara umum di Aceh. Salah satu point penting dalam SE itu adalah imbauan agar diaktifkan kembali pengajian di meunasah gampong.
Pengajian itu sendiri adalah upaya membentuk generasi Qur’ani yang memegang teguh nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat Aceh. Selain itu tentu saja untuk mewujudkan masyarakat Aceh yang makin kental dengan muatan agamis, sebagai upaya terbentuknya generasi yang cinta dengan syariat Islam.
Pentingnya penguatan fungsi meunasah sebagai pusat kajian Islam di level Gampong itu tertuang dalam SE Gubernur yang ditandatangani pada 4 Agustus pekan lalu. Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA, di ruang kerjanya, Selasa (8/8/2023) sore.
“Sebagaimana diketahui, saat ini Indonesia sedang mempersiapkan generasi emasnya di tahun 2045 mendatang. Nah dalam konteks Aceh, sebagai satu-satunya daerah yang menerapkan Syariat Islam, maka penting untuk mendekatkan para generasi pada Masjid dan Meunasah. Aceh harus berbeda. Menyongsong 2045, generasi Aceh bukan semata matang dalam persiapan menghadapi persaingan global, tetapi memiliki bekal agama yang kuat, agar tidak mudah dipengaruhi budaya negatif yang merusak tatanan adat budaya yang Islami di Aceh,” ujar MTA.
Jubir Pemerintah Aceh itu menambahkan, SE ini diterbitkan oleh Gubernur usai menggelar pertemuan dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh beberapa waktu lalu. Beberapa hal yang ditekankan oleh Gubernur Aceh adalah memaksimalkan fungsi Meunasah dengan menggelar pengajian bagi anak-anak dan dewasa ba’da Maghrib.
Selain itu, Gubernur juga mengajak pihak terkait untuk meningkatkan strategi dakwah dengan memanfaatkan sarana dan media sesuai tuntutan zaman. Serta meningkatkan aktivitas dakwah yang lebih intensif ke semua kawasan di Aceh, terutama daerah perbatasan.
MTA menambahkan, dalam rangka penguatan dan peningkatan pelaksanaan Syari’at Islam bagi Aparatur Sipil Negara dan masyarakat di Aceh, Gubernur mengimbau Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh untuk melakukan patroli rutin dalam rangka penegakan Keputusan MPU Aceh, Qanun Aceh, Peraturan Gubernur Aceh, Keputusan Gubernur Aceh, dan kebijakan Gubernur Aceh lainnya.
Sedangkan jajaran Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh ditugaskan untuk meningkatkan pengawasan terhadap televisi dan radio, untuk lebih mengutamakan penyiaran dengan materi pesan dakwah, dan melakukan pemantauan agar media cetak tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan norma agama dan adat istiadat Aceh.
“Tak hanya kepada para aparatur, dukungan bagi upaya membentuk generasi Aceh yang unggul dan berbasis Islam juga ditujukan kepada para pelaku usaha. Dalam SE tersebut, Gubernur mengimbau agar para pelaku usaha di Aceh dapat memastikan tidak terjadi pelanggaran Syari’at Islam di tempat usaha, menghentikan kegiatan usaha yang mengeluarkan bunyi yang gaduh dan mengganggu pada saat dikumandangkannya adzan; serta imbauan kepada warung kopi, kafe, dan sejenisnya, agar tidak membuka kegiatan usaha lewat pukul 00:00 WIB,” katanya. [*]