BANDA ACEH – Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Aceh Dyah Erti, mengingatkan semua pihak untuk terlibat aktif dalam upaya membangkitkan semangat literasi di tengah masyarakat. Selain guru, peran keluarga menjadi sangat penting, karena intensitas waktu anak lebih banyak di lingkungan rumah.
Hal tersebut disampaikan oleh Dyah Erti, kepada awak media usai membuka secara resmi dan menyampaikan materi pada acara Workshop Storytelling (Teknik Mendongeng) bagi Pustakawan dan Guru Pendamping, di Hotel Mekah, Rabu (24/3/2021).
“Membangkitkan energi literasi ini memang harus dimulai dari keluarga, dari orangtua, dari lingkungan keluarga. Karena hal ini akan merubah dan menumbuhkan minat baca anak jadi lebih meningkat di Aceh,” ujar Dyah Erti.
Wanita yang menjabat sebagai Ketua TP PKK Aceh itu menambahkan, selama 5 tahun ke belakang, semangat literasi sudah mulai dibangkitkan, namun hanya oleh sebahagian pihak saja.
“Kita perlu energi yang jauh lebih besar. Oleh karena itu, semua pihak harus terlibat dan membantu serta bergerak bersama untuk menumbuhkan minat baca anak. Tantangan memang semakin besar karena kita berada pada era kemajuan teknologi, era digitalisasi yang memang menyentuh seluruh aspek. Untuk itu, peran orangtua sangat penting,” kata Dyah Erti mengingatkan.
Sementara itu, dalam sambutannya, Dyah Erti mengapresiasi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh yang telah menyelenggarakan kegiatan ini, serta keterlibatan sejumlah pihak seperti Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Aceh serta pemateri pendongeng nasional Mochammad Awam Prakoso atau akrab di kenal Kak Awam Prakoso, yang telah meluangkan waktu mengikuti kegiatan ini.
“Mudah-mudahan workshop ini semakin menambah dan menggugah semangat kita dalam meningkatkan minat baca masyarakat karena berdasarkan hasil penelitian Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD dalam Programmme for International Students Assesment atau PISA tahun 2015, menunjukkan bahwa performa membaca di 70 negara yang diteliti, Indonesia hanya mendapatkan skor 397. Angka ini jauh di bawah rata-rata skor OECD yakni 493, dan sangat jauh dari skor tertinggi yang diperoleh Singapura yaitu 535,” ungkap Dyah.
Selain itu, sambung Dyah Erti, UNESCO juga mencatat minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Hanya satu dari seribu orang yang punya minat baca. Sementara untuk indeks minat baca pada tingkat nasional, masyarakat Aceh berada di peringkat keenam dengan persentase 59,89 dalam kategori “sedang”, yang menunjukkan betapa masih sangat rendahnya minat baca masyarakat Aceh.
Dyah Erti menambahkan, untuk menumbuhkan minat dan budaya membaca, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah berkolaborasi dengan para pegiat Pendidikan Anak Usia Dini, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha untuk membuat Gerakan Nasional Orang Tua Membacakan Buku atau disingkat GERNAS BAKU.
“Gerakan ini bertujuan mendukung inisiatif dan peran keluarga dalam meningkatkan minat baca anak melalui pembiasaan membaca di rumah, di satuan PAUD, dan di masyarakat. Di abad 21 ini, anak-anak Indonesia harus tumbuh sebagai generasi yang mampu berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi, sebagai bekal dalam menghadapi persaingan global,” kata Dyah Erti.
Dyah Erti menambahkan untuk memenangkan persaingan global, para orang tua yang mendampingi anak-anaknya harus mampu menguasai kecakapan beragam literasi atau multiliterasi agar mampu menyuplai setiap informasi positif yang dibutuhkan si anak. Karena untuk memenangkan persaingan global, anak-anak harus memiliki kemampuan literasi yang tinggi, sebagai salah satu parameter kesuksesan pendidikan sekaligus penanda kualitas sumber daya manusia sebuah negara.
Oleh karena itu, Dyah Erti sangat mendukung berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan minat baca anak, salah satunya adalah storytelling, karena kegiatan ini merupakan suatu metode yang kaya manfaat dan bisa digunakan secara maksimal oleh orang tua dan pendidik dalam menanamkan karakter, nilai-nilai, pandangan hidup, bahkan pengetahuan kepada anak.
“Pesan moral yang disampaikan melalui dongeng akan mudah diterima dan ditiru oleh anak tanpa merasa digurui. Semasa kecil orang tua sering mendongeng kepada anaknya sebelum tidur. Ternyata cerita yang selalu didongengkan itu memiliki banyak manfaat. Bukan hanya sebatas pengantar tidur saja, tetapi terdapat nilai-nilai kebaikan di dalamnya, seperti kesabaran, ketabahan, kerjasama dan semangat untuk berusaha,” kata Dyah.
Dosen Teknik Arsitektur USK ini meyakini, nilai-nilai ini yang terkandung dalam dongeng akan terpatri dalam ingatan si anak membentuk kepribadian anak di masa remaja. “Cerita atau dongeng yang baik akan membangkitkan motivasi anak untuk memiliki keinginan berprestasi, kemauan bertahan hidup, dan kemauan berkreasi.”
“Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat memotivasi kita semua. Selamat mengikuti pembelajaran, semoga semua ilmu dapat diimplementasikan di perpustakaan dan sekolah Bapak/Ibu masing-masing,” pungkas Dyah Erti.
Kegiatan yang berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan ini diikuti oleh pustakawan umum, Guru pendamping lomba bercerita dan pengelola lembaga PAUD. [R]