Banda Aceh – Ketua Komisi IV DPRK Banda Aceh, Tati Meutia Asmara, S.KH., M.Si mengatakan bahwa masih banyak pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah dalam menerapkan Qanun Nomor 5 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kutaraja.
“Memang qanun ini sudah lama disahkan, dan kemudian kalau saya melihat dalam implementasinya ini memang masih banyak PR,” kata Tati, Jumat (19/3/2021).
Ia menjelaskan, implementasi Qanun KTR dengan memberikan sanksi tindak pidana ringan (Tipiring) kepada perokok dan kepada produsen yang melakukan promosi di area KTR saat ini belum maksimal. Salah satu kendala adalah pada penganggaran.
“Kita sempat dialog ke Dinas Kesehatan Banda Aceh, kita agak kecewa. Karena ternyata secara penganggaran untuk membuat ruang khusus untuk KTR masih tidak signifikan di kota kita. Setiap tahun itu kalau saya tidak salah hanya satu titik gitu,” jelas Tati
Ia mencontohkan, apabila Qanun KTR diterapkan di kantor pemerintahan Kota Banda Aceh, maka di lokasi ini harus dilengkapi dengan sebuah ruangan khusus untuk perokok.
“Saya ambil contoh bahwa KTR harapannya adalah bahwa ada satu titik fokus untuk yang namanya pengguna rokok melakukan aktivitas merokoknya, mau tidak mau kita harus akui bahwa kita tidak mungkin menafikan perokok itu, karena lebih banyak jumlahnya,” ucap Tati.
Tati berharap, Qanun KTR bisa segera diterapkan di Kota Banda Aceh, terutama di kantor pemerintah, sekolah, fasilitas kesehatan dan lain sebagainya.
“Kemudian jangan lupa juga bahwa rokok ini sebenarnya yang paling penting diubah adalah bukan dari sisi kawasannya, tetapi pemahaman atau pola pikir dari perokok bahwa ternyata dia menyumbang penyakit untuk orang di sekitarnya,” jelas Tati.
Ia juga mengatakan bahwa tak tertutup kemungkinan Qanun Nomor 5 Tahun 2016 tentang KTR direvisi dan disempurnakan, terutama terkait titik-titik khusus yang dibangun untuk perokok.
“Soal revisi, kemarin pernah menjadi perbincangan yang alot, hanya saja menurut saya ini kan kalau di tingkat provinsi sudah digodok, dan kita sudah sampaikan beberapa kondisi real di lapangan seperti di Banda Aceh, usaha untuk itu ada, tetapi memang yang merokok ini tidak bisa dihindari.”
“Makanya kita berpikir kalau pun nanti ada review atau revisi dari qanun ini kita nanti bisa bekerja sama mengambil turunan dari provinsi,” pungkasnya. [Parlementaria]