Banda Aceh – Narkoba di Provinsi Aceh sudah pada tahap mengkhawatirkan. Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah (Polda) Aceh mencatat, jumlah kasus narkoba di Tanah Rencong yang ditangani lembaga kepolisian sepanjang 2023 mencapai 1.427 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 1.880 orang.
Jumlah kasus narkoba yang ditangani tersebut meningkat dibandingkan pada 2022. Pada 2022, Ditresnarkoba Polda Aceh mencatat, jumlah kasus narkoba di daerah ujung barat Sumatra itu sebanyak 1.376 kasus.
Sementara di wilayah hukum Polresta Banda Aceh, kasus narkoba juga mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2022, Polresta Banda Aceh menangani sekitar 95 kasus, sedangkan untuk tahun 2023, meningkat menjadi 135 kasus.
Kapolresta Banda Aceh melalui Kasat Narkoba Polresta Banda Aceh, AKP Ferdian Chandra menilai, peningkatan kasus tersebut bukan lah kabar baik. Semua pihak harus ikut memperhatikan kondisi ini.
Polresta Banda Aceh sendiri, kata Ferdian, telah melakukan berbagai upaya guna menyikapi kasus tersebut, seperti menyebarkan nomor WA Curhat Kapolresta Banda Aceh.
“Ini agar masyarakat yang mengetahui atau memiliki informasi, terkait narkotika, dapat melaporkan langsung kepada pihak kepolisian, agar segera ditindaklanjuti,” kata Ferdian dalam keterangannya, beberapa waktu lalu.
Dalam menekan angka penggunaan narkoba di Banda Aceh, kata Ferdian, pihaaknya menggunakan strategi berupa melaksanakan kegiatan preemtif, preventif dan refresif.
“Dalam beberapa kegiatan yang telah kami lakukan, untuk preemtif dan preventif sendiri, adalah melakukan penyebaran stiker- stiker melalui WA Curhat Kapolresta Banda Aceh. Lalu, penyebaran stiker- stiker tentang bahaya narkoba. Selanjutnya, melakukan imbauan kepada jasa ekspedisi. Di sisi lain, membentuk kampung bebas narkoba, bertujuan guna memberi pemahaman bagi masyarakat desa, akan ancaman bahaya dan penggunaan narkotika,” ujar Ferdian.
Ia menambahkan, peluncuran Kampung Bebas Narkoba (KBN) juga merupakan salah satu upaya aparat penegak hukum memagari desa agar para warga tidak terjerumus dalam narkoba.
“Sehingga, dengan adanya KBN ini, diharapakan masyarakat dapat terhindar dari ancaman narkotika, baik pengguna maupun pengedar,” kata perwira Polresta Banda Aceh itu.
*Penting Keterlibatan Semua Pihak*
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Prof Syamsul Rijal menilai pentingnya keterlibatan semua pihak dalam memerangi narkoba di Bumi Serambi Mekkah. Apalagi, secara geografis, Aceh daerah yang berpotensi jadi pintu masuk barang haram itu.
Menurut Guru Besar Filsafat Islam ini, penyelundupan barang terlarang yang selama ini dilakukan lewat transporatasi laut sangat berbahaya, bahkan nelayan bisa menjadi sasaran.
“Secara kultural, nelayan di Aceh terkait dengan Panglima Laot wilayah teritorial mereka masing-masing,” kata Prof Syamsul, Jumat (17/5/2024).
Sebagai lembaga adat, tambah Syamsul, Panglima Laot mempunyai otoritas pembinaan tradisi melaot (berlayar) sebagai nelayan profesional dengan menggunakan alat tangkapan sesuai kapasitas mereka.
“Di sini perlu edukasi kepada nelayan dan sangat urgen ada otoritas memberi edukasi bahaya dan tantangan nelayan terjerumus kepada penyelundupan barang terlarang, pekerjaan itu berdampak sosial tinggi dan menelantarkan keluarga serta merusak masa depan generasi,” ujarnya.
*Berantas Bos Besar*
Hal senada disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Daniel Abdul Wahab. Menurut politisi Partai NasDem ini, solusi ataupun jalan keluar memberantas narkoba di Aceh yaitu dengan menyikat para bandar.
“Pertama, solusi yang harus diantisipasi kepada para pelaku, khususnya bandar, harus diawasi ketat jalur masuk narkoba ke Aceh, informasi yang kita dapatkan jalur masuknya adalah jalur laut, maka jalur itu yang harus diperketat, sehingga barang haram tersebut tidak masuk ke daratan Aceh,” kata Daniel.
Daniel menganggap para pemakai narkoba selama ini adalah korban dari para bos-bos besar narkoba. Oleh karena itu, bos-bos besar itu harus ditangkap terlebih dahulu.
“Yang harus diberantas adalah bos-bos besar, karena akibat dari bos-bos besar itu menjadi korban para pihak lainnya, para pemakai, para pihak akibat dari mudahnya masuk narkoba dari berbagai jalur ke Aceh. Kalau barang tidak masuk, nggak mungkin orang memakai narkoba,” jelas Daniel.
Di samping berharap agar aparat penegak hukum bekerja lebih maksimal lagi, Daniel juga berharap para keluarga dapat menjaga anggotanya masing-masing, sehingga tidak terlibat dalam pergaluan bebas, termasuk menggunakan narkoba.
Daniel juga meminta keluarga dan lingkungan sekitar dapat berperan dalam mencegah peredaran narkoba. Dia memposisikan keluarga sebagai benteng pertama untuk mencegah barang haram itu dikonsumsi oleh anggota keluarganya.
“Saya juga mengimbau kepada keluarga, karena bagaimana pun keluarga adalah benteng pertama untuk mencegah, mengawasi agar keluarganya tidak terjerumus ke narkoba,” ujar Daniel.
Keterlibatan keluarga, kata Daniel, sangat penting karena bagian dari langkah-langkah preventif di lingkungan sekitar untuk tidak mendekati hal-hal tersebut.
“Makanya harus diperkuat ilmu agamanya, anak-anak muda diberi pemahaman, menjaga gerak geriknya, sehingga deteksi dini juga bisa dilakukan, orang tua juga dijaga dan diintai dan apa perlakuan ke luar, sehingga tidak terjerumus ke narkoba,” katanya. [Sad]