Banda Aceh- Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, meminta Kementerian ESDM agar dalam pengelolaan Blok B tidak melanggar aturan yang telah di tetapkan oleh Pemerintah, karena pelanggaran hukum dalam pengelolaan Blok B ini akan menjadi contoh yang tidak baik dalam bagi rakyat ketika instansi negara melakukan tindakan yang melanggar hukum, hal ini di sampaikan oleh Safar karena mendapat informasi tentang dugaan adanya potensi pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2015 tentangĀ Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam minyak dan Gas bumi di Aceh, dimana ditegaskan dalam Pasal 39. Banda Aceh, (12/11/2020).
(1) Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat ditawarkan terlebih dahulu kepada BUMD sebelum dinyatakan menjadi Wilayah Terbuka, dengan mempertimbangkan program kerja,
kemampuan teknis dan keuangan BUMD, sepanjang saham BUMD 100% (seratus persen) dimiliki oleh Pemerintah Aceh.
(2) Apabila BUMD tidak menyatakan minat untuk melakukan Kegiatan Usaha Hulu pada Wilayah Kerja dimaksud, dapat ditawarkan secara terbuka.
“Kami mendapat informasi tentang dugaan adanya potensi pelanggaran hukum dalam alih kelola Blok B ini, dan perlu kami sampaikan bahwa masyarakat Aceh mengawasi proses ini, dan kami juga telah menyurati KPK agar turut mengawasi juga proses ini, kita ingin hukum ketika telah di tetapkan maka dinjalankan secara konsisten”, kata Safar.
Menurut jadwal kontrak kelola Blok B oleh Pertamina melalui anak usahanya Pertamina Hulu Energi (PHE), tanggal 15/11/2020 berakhir dan blok tersebut telah di ajukan oleh PEMA selalu BUMD Aceh sebagaimana di maksud dalam pasal 39 PP 23/2015, dan PEMA telah mengajukan proposal minatnya melalui BPMA beberapa bulan lalu.
YARA mendukung Blok B tersebut di kelola oleh Pemerintah Aceh dengan melibatkan seluruh pemerintah kabupaten/kota dengan maksud agar hasil yang di dapat dari bumi Aceh dapat di nikmati oleh seluruh masyarakat Aceh, dan YARA menolak keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan Blok B ini karena selain dapat melanggar hukum juga akan mengurangi hasil manfaat bagi masyarakat Aceh.
“Kalau di lihat dari skema kontrak PHE di Blok B hanya tinggal hitungan hari saja, dan kami berharap agar Kementerian ESDM memberikan hak kelola kepada Pemerintah Aceh melalui PEMA dengan catatan agar PEMA melibatkan seluruh Kabupaten Kota di Aceh karena menurut PP 23/2015 Blok B ini hanya boleh di berikab kepada BUMD untuk pertama kalinya, kalau BUMD tidak mampu baru di lakukan lelang secara terbuka, jadi tidak boleh ada pihak swasta yang masuk dalam alih kelola yang akan di lakukan oleh Pemerintah Aceh melalui PEMA karena jika ini di lakukan maka akan bertentangan dengan PP tadi”, tutup Safar.(R)